Wacana seksualitas telah diabadikan dalam syari'ah Islam
melalui teks al- Qur'an dan Sunnah Nabawiyah. Teks tersebut ada yang
berkomunikasi secara literal, figuratif dan metaforik. Perbedaan model
komunikasi teks ini membuka peluang bagi diskursus pemikiran hukum multi
interpretatif yang makin berkembang seiring perubahan wacana
sosiologis, kultural dan intelektual. Diantara persoalan seksualitas
kontemporer yang paling unik adalah persoalan hukum oral seks. Ulama
berbeda pendapat dalam menyimpulkan ketentuan hukum oral seks.
Hubungan seksual antara pasangan suami istri bukanlah hal
yang terlarang untuk dibicarakan didalam islam, tapi juga bukan berarti
seenaknya sendiri layaknya hubungan seksual ala hewan. Seksualitas
adalah kebutuhan fitrah setiap manusia, sebagaimana firman Allah
swt,”Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam,
Maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu
kehendaki. dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan
bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan
menemui-Nya. dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.” (QS.
Al Baqoroh : 223) Demikian, Islam begitu memperhatikan tentang fitrah
manusia. Karena Islam adalah agama fitrah. Bagaimana, siap baca lanjut?
Merujuk pada ayat tadi, Islam memandang seks sebagai sesuatu yang
moderat sebagaimana karakteristik dari islam itu sendiri. Fitrah
tersebut tidaklah dilepas begitu saja sehingga manusia bisa berbuat
sebebas-bebasnya dan juga tidak selalu dibuat kaku dan menimbulkan
kebosanan. Hubungan seks yang baik dan benar adalah yang tidak melanggar
syariat. Tentunya, tanpa melangar syariat akan ada keharmonisan suami
istri. Insya Allah, serta akan adanya penguatan rasa cinta dan kasih
sayang. Sabda Rasulullah saw,”..dan bersetubuh dengan istri juga
sedekah. Mereka bertanya,’Wahai Rasulullah, apakah jika diantara kami
menyalurkan hasrat biologisnya (bersetubuh) juga mendapat pahala?’
Beliau menjawab,’Bukankah jika ia menyalurkan pada yang haram itu
berdosa?, maka demikian pula apabila ia menyalurkan pada yang halal,
maka ia juga akan mendapatkan pahala.” (HR. Muslim) Nah, lho.. mupeng
kan? Diantara
variasi seksual
yang sering dibicarakan para seksolog adalah oral seks, yaitu adanya
kontak seksual antara kemaluan dan mulut (lidah) pasangannya. Tentunya
ada bermacam-macam oral seks ini, dari mulai menyentuh, mencium hingga
menelan kemaluan pasangannya kedalam mulutnya.
Oral seks
yang merupakan bagian dari suatu aktivitas seksual ini, menurut Prof DR
Ali Al Jumu’ah dan Dr Sabri Abdur Rauf (Ahli Fiqih Univ Al Azhar) boleh
dilakukan oleh pasangan suami istri selama hal itu memang dibutuhkan
untuk menghadirkan kepuasan mereka berdua dalam berhubungan. Terlebih
lagi jika hanya dengan itu ia merasakan kepuasan ketimbang ia terjatuh
didalam perzinahan. Meskipun banyak seksolog yang menempatkan oral seks
ini kedalam kategori
permainan seks yang aman berbeda dengan anal seks selama betul-betul dijamin kebersihan dan kesehatannya, baik mulut ataupun kemaluannya.
Tidak
ada didalam Islam yang dikategorikan dilarang hukumnya bagi pasangan
yang sudah menikah melakukan oral pada pasangannya guna memberikan
kenikmatan atau kepuasan, jika itu berdasarkan keinginan bersama. Namun
yang masih diperdebatkan adalah jika ketika mengoral keluar madzi dan
mani. Madzi adalah cairan berwarna putih dan halus yang keluar dari
kemaluan ketika adanya ketegangan syahwat, Sedangkan mani adalah cairan
kental memancar yang keluar dari kemaluan ketika syahwatnya memuncak,
hukumnya menurut para ulama madzhab Hanafi dan Maliki adalah najis
sedangkan menurut para ulama Syafi’i dan Hambali adalah suci.
Aturan
pasangan suami istri untuk saling memuaskan dan membahagiakan
pasangannya dengan melakukan rangsangan secara oral terdapat dalam salah
satu kitab fikih standar mazhab Syafii yang berjudul Fathul Muin dimana
merangsang secara oral klitoris pasangan itu diperbolehkan agar bisa
memuaskan pasangan. Jika dilihat lebih jauh tidak ada alasan untuk
melarang suami merangsang secara oral istrinya.
Allah SWT berfirman didalam Al-Qur'an: "
Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka
datangilah
tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan
kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah
dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar
gembira orang-orang yang beriman." (Al-Baqarah:223).
Onani
yang dilakukan oleh tangan isteri yang sah, hukumnya boleh menurut
kesepakatan ulama. Demikian pernyataan imam Syaukani (Lihat Majalah Al
Furqon Gresik, ed. 6 th. III hal. 46).